HITAM
…
Puisi 8 Baris bergambar di atas berjudul HITAM karya DWIKA MUHAMMAD P
Aku benci dengan nada tunggu di hp ku..
Membiarkanku dalam ketidakpastian..
Merebakkan kepedihan tanpa kepedulian..
Bidadariku..
Jawablah panggilanku..
Jangan menggantungku untuk mendengar suaramu..
Ku rindu dengar kau sebut namaku..
Ku nestapa tak mendengar tawamu..
Dan pada akhirnya,
Takkan ada lagi sajak-sajak rindu,
Menyadari kenyataan;
jika selama ini ternyata hanya hidup dalam mimpi-mimpinya,
seseorang itu berlalu menutup masa lalu,
separuh tubuhnya kini terbalut debu-debu kenangan,
dan separuhnya lagi merangkul kenyataan.
Aku adalah pemimpi dan kau hanyalah bayangan
Aku mengadu pada Sendu,
Aku bercerita Pada Pilu,
Tentang rindu yang telah Bertamu,
Tanpa mengetuk pintu dahulu.
Air mata rindu tak tertahankan,
Merajut asa tanpa harapan,
Air mata rindu tanpa pertemuann,
Mengingat engaku telah di pangkuan TUHAN.
Hari lahirmu berulang
perempuan yang kaupanggil ibu
berjibaku dengan hari ini
pada tahun yang telah lalu
dua dasawarsa lebih sewindu
kurang delapan semester lagi,
di usiamu yang 24 tahun kini
aku hadiahkan cinta terbungkus pita
Semua yang kukira indah
Menjelma menjadi kelabu
Awal yang kukira mutlak seakan lepas
Menjadi kilauan masa lalu
Sesuatu yang kukira terjadi
Takkan pernah kembali
Sampai tersadar bahwa kamu
Takkan pernah terganti
Terkadang dengan hanya rintik hujan baru ku sadar pentingnya arti hadirnya payung kecilku
Terkadang ku tau indahnya bintang jika malam tlah menjemput hariku
Terkadang ku sadari hadirnya matahari ketika terik menyapa hari-hariku
Tetapi…ku tak butuh itu semua tuk mengingatmu….
Hujan takkan lunturkan rinduku..
Malampun takkam redupkan arti dirimu…
Dan teriknya...
Ketika pita telah kaubuka
sebingkai cermin kauangkat
bukan itu hadiahnya
aku tak ingin kau bersolek, sayang
aku ingin kau bercermin
lihatlah refleksi yang kauhadapi
itu bayangan seorang ibu
wajah cinta yang sesungguhnya
Menerabas payoda putih
Larik jemari menari keluh
Bagai nabastala tak berarti
Kau tak mau mengambil arti
Seringai kecut aku haturkan
Pada buana menyebalkan
Anggak dimakan sendiri
Bengah, tak tahu diri
Ku pikir..
Bahagia sudah ku raih..
Tapi ku jatuh lagi karena ketidakpastian..
Tuhan..
Jangan biarkan debu halangi langkahku..
Jangan biarkan angin bawa mimpiku..
Biarkan aku rengkuh banggaku..
Agar mamak dan bapak tersenyum haru..
sinar suar yang kau padamkan
segenap kelam kau hadirkan
taman yang kau abaikan
taman yang pernah kau indahkan
jiwa yang kau murungkan
dari keceriaan yang tak menjemukan
mimpi yang kau sirnakan
impian hati dan ketulusan.
Saat ku buat orang tuaku bangga..
Tapi nyatanya..
Separuh rasaku tersiksa..
Saat kulihat bidadariku terluka..
Wahai bulan purnama
Janganlah berurai air mata
Jangan biarkan pesona senyumu tiada
Karena kau buatku tak berdaya
Hai manisku..
Pagi ini aku terbangun dibelaian lembut kabut tebal yang turun dari puncak gunung itu.
Apa kabar dirimu sayangku?
Apakah kau merasakan rindu yang perlahan menusuk kedalam sumsum tulang belakang seperti dinginnya pagi hari ini yang kurasakan?
Bisakah kau datang sejenak memberikanku sentuhan hangat meskipun itu...
Tak pernah kubayangkan
Memikirkan hal yang tidak diperlukan
Di atas tepi daratan
Terus mencari pengharapan
Di dalam kesunyian ini
Hati merasa sepi
Tiada yang perlu kutangisi
Semua pasti akan kulalui
Beribu tetesan menempel di kaca jendela yang sedari awal memang sudah berdebu
Pecah kan hening yang seolah bisu
Tetesnya buat bunyi yang seolah seperti irama yang menggebu
Gabungkan hujan dengan namanya yang sedari dulu ku rindu
Kemarin
Saat matahari hendak menelan cahayanya lamat lamat
Ku...
Terkadang..Hati ini rindu pada seseorang yang mau mengisinya.
Selalu setia merawat dan menjaganya.
Terkadang rasa cmburu ada,
ketika melihat orang lain yang dapat menikmati indah cinta mereka.
Sebersit tanya terkadang muncul menggoda.
Kapan ku bisa dapat cinta seperti mereka.
Ini hanya kejujuran yang coba menafikan...
Aku bagaikan bulan yang merindukan surya
Dekat tetapi sulit untuk berjumpa
Terhalang dengan awan-awan
Awan hitam yang mengepa di mana-mana
Ingin aku menemui
Tapi aku takut engkau akan hilang
Hilang tanpa kembali lagi
Aku merindukan mu…
Kita lahir dari rahim yang sama
Membuka mata di saat berbeda
Aku menolongnya kau mencacinya
Tapi kau yang jeli dan aku tertipu belaka
Ini hanya masalah sudut pandang
Menganggap kaya berlebihan atau miskin keterlaluan
Mata rahim melihat itu semua seimbang
Kita semua lahir dari...
Ketulusan, tak selalu mendapat balasan sepadan,
Keramahan tak pasti menghindarkan akhir penindasan,
Dahulu rakyat kami menyambutmu,
Saudara jauh yg lari dari belenggu,
Mengapa kini kalian buat negara ?,
Atas tanah hak kami dari Sang Pencipta ?,
Pantaskah kalian ambil wilayah kami atas nama Yahudi ?,
Aku harus lebih cepat lagi,,
Hingga dapat yang lebih baik lagi,,,
Namun bingung masih menyelimuti,,,
Apakah Tuhan meridhoiku,,,
Dengan dosa yang sedemikian banyak,,,
Apakah iya,,?
Takut hingga tak percaya diri meliputiku,,
Semoga aku dapat yakin kembali,,
Tertawalah bila engkau suka
Berteriaklah bila kau takut
Diri ini Sedikit melemah karena duka
Hanya senyum yang bisa terlontar dari bibir ini
Meski hati di rundung pilu
Meski sakit ini kan hilang bersamaan dengan datangnya hujan
Sungguh hina dan tega kau merusak senyum ini
Kebisuan langit malam
Lebih baik dari harapan yang kau pendam diam diam
Gemuruh diatas awan
Lebih baik dari gumpalan angan diperhatiakn balik olehnya
Jantung mungil ini terus berderu
Merasa perih saat tatapan itu hanya meninggalkan siluet di kertas biru
Dibalik jemari langsat ini beribu tisu...
Dalam doa malam;
Kau menjelma denyut-denyut jantungku
Yang dengan sabar bertahan
Terhadap rasa sakit yang entah batasnya
Yang setia mengukir rahasia-rahasia cinta
Yang tak putus-putusnya berima bagi hidupku
Aku mencintaimu, hingga tumbuh sebuah rindu
Itu sebabnya, aku tak pernah usai merapal doa untukmu
Aku ingin menangis sebentar saja,
Bukan karena aku cengeng,
bukan karena aku tak punya pikiran, yang bodoh menyelesaikan masalah dengan tangisan!!!
aku hanya ingin meluapkan sedikit sakit ku ini,
agar ia mengalir bersama air mata ku,
lalu kering karena hembusan angin,
dan kemudian……
...
Tentang malam…
Merangkai aksara kesunyian..
Silir silir merambai daun daun rerantingan
Lekap kilap Gema gemintang…
Mendesaukan Jenggala arca purnama..
Tentang malam…
Tentang seseorang…
Tentang yang tersayang…