Buddhayah
…
Puisi 1 Bait bergambar di atas berjudul Buddhayah karya Rhido Sahputra Azhari
Anindita cinta dan berjuta makna
Tak sama namun eka cerita
Kucipta kalam walau tak sempurna
Karena fakih ku punya hanya sedikit saja
Insan tercipta bersama sebuah rasa
Mengasihi menyayangi memuji objek yang dicintai
Itulah anindita cinta
Penghubung pemelik rasa dan objek yang dicinta
Ketika sang angin membisiksan tentang itu
Aku tidaklah pernah mengerti apa yang dimaksudkan
Seakan menyentuh hingga menusuk kalbu
Yang membuat hati menjadi bisu
Entah apa yang sang angin ingin sampaikan
Harapan hanya berita kesenangan
Tanpa ada kedukaan dalam hati
Tapi nyatanya sang angin...
Di persimpangan ini aku berdiri
Menatap jauh ke ujung aspal
Menelusuri lorong hatimu
Menapak got kalbumu
Dalam mencari rambu cintamu
Walau kerikil kerikil menghadangku
Tikungan tajam menghalangiku
Rasaku takkan pernah membelok
Asaku kan terus melaju
Dalam menjembatani cinta kita
aku menunggumu di kota tua mimpi
sekedar mencari penghiburan yang asing
tentang serasau cerita yang kuanggap selalu ada
tanpa jeda dan muncul begitu saja, di hadapanku;
kau yang membawa bibir rekah
tempat seluruh resah yang ingin kau tumpahkan
sekuruhnya kusesap menjelma anak danau kerinduan.
Saat ini aku tak tahu arahku,,
Perasaanku,,,
Aneh,, taak nyata,, namun nyata,,
Iya,, nyata,, itu aku rasakan,,
Tapi aku tak dapat melihatnya,,
Berarti tak nyata namun nyata,,
Namun aku dapat merasakanya,,
Hingga saat ini,,
Apa aku harus terus sama dia,,,
Apa...
Gemericik hujan terus berbisik
Menuntun mata jelajahi langit
Nafas malam bersolek asik
Sang rembulan bersiap menggigit
Langkah kaki mulai menjerit
Ingin berduaan dengan nona cantik
Penghuni langit menyambut genit
Akal mulai terdistorsi pelik
Mata hati serukan polemik
Langit malam tak lagi...
Kau menyapa pertama kali di batas horizon
Tapi kau paksa aku telan pahit di tempat yang sama
Saat tak lagi kau titipkan saxophone tukku
Menjadikan telinga ini kosong dan kopong
Muram dan suram
Mengusut pikiran ini
Tak tahu harus apa
Karena Tak bisa...
Gemerlap cahaya di ufuk timur
Menari tirai di dekat kaca
Ku lihat cakrawala menjuntai dilangit biru
Menatapku dengan penuh rasa
Kini rasaku bercampur baur
Melihat kenyataan yang pahit
Gemparan virus melanda dunia
Aki disini,tetap disini,dan terus disini
Kita semua merasakan
Suasana...
aku adalah hati yang selalu melekat di dirimu
aku adalah cerminan darimu selamanya
kau bawa aku kemanapun aku bisa merasakannya
kau terlahir begitu bersih dan suci
sekarang kau sudah dewasa
apa yang kau lakukan itulah dirimu
terkadang aku tau kau harus berbuat apa
...
Senja menghilang,
Melebur luka yang amat panjang.
Bak genangan,
Kau meninggalkan sejuta angan.
Melebur fajar,
Dan kau gantikan gelapnya malam.
Suram,
Namun tiada ku berkutik.
Ini takdir,tak pantas bila ku kritik.
Jadi,kutegaskan,kehilanganmu sangat tidak asik.
Langit telah menutup tirai
Kehidupan mulai bersahut ramai
Miliaran manusia banjir terurai
Menyambut sang rembulan yang gemulai
Hati tak sanggup menyuplai
Akal mulai bersiasat lihai
Tatapan rayu menyeringai
Luluhkan hati nona manis aduhai
Kala insan berharap emas
Namun hanya kutipan di secarik kertas
Basah diterpa hujan deras
Hancur,robek,raib tak berbekas
Bagai sepucuk surat tak terbalas
Menggali mimpi yang tertimbun
Direlung kalbu nan rimbun
Jeritan nurani hanya sampai ke ubun
Dibisik angin ,ditetesi sebutir embun
...
Kaulah mentari hidupku
Penyemangat di hening kalbu
Karenamulah aku mampu
Menjalani hidup yang penuh lika-liku
Terpaku diri ini menahan rindu
Bila kau tak ada disisiku
Mengapa kau pergi dahulu
Tanpa menunggu daku
Tak bisa ku balas semua jasamu
Yang sangat berharga...
Siang dengan cahaya matahari
Malam dengan cahaya bulan
Semua itu hanya waktu singkat
Siang aku menatapmu
Malam aku merindukanmu
Tapi ada waktu yang tak terbatas
Untuk mencintaimu selamanya
kotaraya yang tak pernah malap,
sedangkan rimba malam tiada cahaya,
dimana kamu tersesat pada jalan asing,
mungkinkah kau ditarik pada arus angin membisik jiwa nafsumu,
pada tiang pasak yang tidak ampuh,
digoncang pada bicara yang mengasyikkan,
maqam yang dihancur,
pada telinga dan ain...
Suamiku…
Aku tau engkau lelah
Suamiku….
Aku tau engkau gelisah
Dibalik candamu…kau meringik
Di balik senyummu …kau mengeluhh
Suamiku… Pernahkah kau tau
Di samping tungku ini
Ku sematkan singkong bakar
Jika kau lapar aku akan pura-pura kenyang
Suamiku. …
...
Pada saat nya datang,
Aku akan meningggalkan segalanya,
Mana mungkin untuk aku menolak takdir yang menjumputku,
Roh aku terlalu merindukan pemiliknya,
Hentikan segala kegilaan hidup ini,
Terima kasih untuk segala kesakitan,
Cinta Kau terlalu besar,
Aku bahagia dalam tangisan sakitnya dunia ini,
...
Apa kiranya jadi lirik sajakku, keluhku,
Sekali lagi , rintik hujan menambah kalbu berkabut naluriku,
Apa salah alam kalau hendak ia menyapa hari?
Menyiram harapan di tanah hampa tanpa sajak,
Teruslah bertanya wahai jiwa,
Sebab engkau tak betepi, bagai samudera tanpa batas,
Cukupkan hati...
Sedikit bingung,,
Melangkah kesana salah,,melangkah dan takut,,
Saat laba-laba mulai membuat sarang,,
Aku masih bingung,,
Mungkin aku harus mengaku kalah dengan laba-laba,,
Dia hebat,, bisa membuat sarang,,
Saat matahari terik dan terbenam,,
Saat burung mengambil satu persatu jerami,,
Untuk apa kataku?
...
Sekian lamanya aku menunggu…
Tak sedikit pun kau melihatku…
Siapa aku???
Mungkin bagaikan DAUN yg sudah gugur dan di sapuh oleh angin…
Atau…
Selembar kertas yg kau coret oleh kemarahanmu…
Dan penantian ku hanya sia-sia terhadapmu…
aku sadar…
Dengan kekurangan yg aku...
Aku mencintaimu di atas bumi
Yang memelihara akar bagi pohon
Di mana sepasang burung berkicau
Di rantingnya saat senja beranjak susut
Aku mencintaimu di bawah langit
Yang menanak mendung bagi hujan
Di mana kenangan akan kuyup olehCurahnya rindu
Yang berangsur basah
Aku...
Dulu..
Waktu kau anggap musuh
Karna berputar teramat lambat
Namun sejak mengenalmu
Waktu berputar kian cepat
Bagai melayang
Seperti hatiku yang bahagia
Hingga ku merasa seakan terbang
Putih kulitmu
Wangi harum itu
Membuat semua orang terpanah dan membisu
Rambut panjang dan lurus
Tidak menghalangi wajah cantik mu
Jika benar warna kulit tidak bisa mempersatukan kita
Apakah cinta bisa menghapus itu
Menghinamu separau serak gelak gagak
Menyanjungmu semerdu syahdu lenguh lembu
Menentangku setegak runcing duri landak
Membelaiku sehalus sendu bulu bangau
Kau dan aku sama galak, sama lunak
Aku dan kau walau beradu, jua satu..