Tangisan Ibu Pertiwi
…
Puisi 24 Baris bergambar di atas berjudul Tangisan Ibu Pertiwi karya Nabila Agustin
apa kabar, ibu?
semalam kau menjengukku dalam rintih hujan
serupa hatiku yang tak kalah pilu
dengan senyuman paling menawan yang pernah kau tawarkan
betapa seringkali aku mengalami percobaan, Ibu
dan engkau selalu datang dengan ikhlas
bersama kehangatan yang tiada pernah terpangkas
ingin menangis aku, Ibu
...
Kurajut kata demi kata mengkiaskan prasa dalam rupa
Menghentak jiwa yang mulai lelah berkelana
Darah demi darah menyusut raga
Kekhawatiranku mulai terancam nyata
Remuk ‘kan hilang menyebar seketika
Semua terasa hampa
Dunia hening tanpa suara
Nada baku menghantam rata
Entah kepergianku yang diharapkan...
IBU
Tiga rangkaian 3 huruf sederhana namun mendunia…
Begitu sederhananya sehingga terlupa akan luka…
Hangat kasih sayangnya melampui sinaran pagi sang surya…
IBU
Begitu tahkluk aku di pangkuamu.
Waktu tak pernah bisa menghitung detik demi detik pengorbamu…
IBU
Tak ada kata kata ataupun...
cahaya bulan membenamkan kembali
ingatanku tentangmu di rongga dadaku yang perih
beberapa puisi kembali seperti buih
menggenang di aliran darahku yang saga
kemudian memucat menyesapi racun
tentang kebiadaban cinta yang tak pernah dipahami
para perempuan setelahmu
jangan kau kira ada yang sebaikmu
...
Ada dunia disekitarmu
Ada dirimu di keasingan itu
Laksana mentari berganti rembulan
Begitulah kedatangan berganti kepergian
Penahkah kembali kau hitung waktumu
Yang telah terbuang tanpa ada satu setan pun yang tahu?
Sudahkah kau kembali meretapi
Setiap penyesalan hidup yang terjadi?
Kehidupan bukan soal penerimaan
bila aku pergi,
selagi hayat masih ada,
akan ku pulang dengan cinta,
meskipun aku tersesat,
aku akan berusaha mencari jalan pulang,
jangan bersedih,
sesungguhnya jiwaku, takdirku dan keselamatanku dalam jagaan Tuhanku,
walau kudratku lemah,
aku takkan berhenti berusaha untuk hidup tidak meminta,
Diksi ini tercipta secara tak sengaja
Kala Terdengar suara benturan sebuah benda
Ku buka dr jendela
Hembus angin menerjang kelopak mata
Ah kukira apa
Hanya rintik hujan yang datang tiba tiba
Rasa ini tercipta secara tak sengaja
Kala kita saling menyapa di sosial media
Assalamu’alaikum
Senja,
Malam,
Pagi,
Waalaikumsalam, jika saja kau dapat berbicara
Kau melihatnya bukan?
Aku mencintainya, dapatkah kau bercerita?
Ah, bahkan salamku tak dapat jawabnya
Bahu yang lelah,
Mata yang basah,
kaki yang kehilangan arah,
beritahu aku,
senja, malam,...
Hening berkawan mentari
Diam-diam sepi dalam ramai
Semakin ke tepi aku sepi
Aku dan mentari belum mengerti
Bayang-bayangku terusik kisah
Kala laut terhempas di tepi pantai
Tanpa kata dan bahasa
Gelora ombak penuh misteri
Senja telah gugur dari bumi
Gelap gulita memulai cerita
Kali ini aku nyatakan, aku jatuh cinta
“Ya, aku jatuh cinta…”
Saat jumpa pertama pada hari itu
Pesona mu membuat hati ini bertanya, apakah ini surga ?
Hamparan laut biru nan luas..
Terbentang sejauh biji mata memandang
Serta gemulai lambaian daun nyiur
Seakan sampaikan...
Aku tahu…
Kita diciptakan tuk melawan dunia
Dengan keindahannya
Dengan ujian dari-Nya.
Tapi aku tak tahu…
Bagaimana menghadapi
Jika kebahagiaan sudah tak ada lagi
Bila harapan habis tak ada arti.
Ku tahu…
Ku hanya bisa menjalani
Melakukan sebaik mungkin
...
Disaat waktu berhenti…
Kosong…
Dimensi membutakan mata,
Memekakkan telinga
Lalu diri menjadi hampa,
Saat paradigma dunia tak lagi digunakan untuk menerka,
Sadarku akan hadirMu,
Mematahkan sendi-sendi yang biasanya tegak berdiri.
Sujudku…
Pun takkan memuaskan inginku,
Untuk hanturkan sembah sedalam kalbu,
...
Matahari mulai kembali ke peraduannya
Menghasilkan lembayung indah
Yang menghias angkasa raya
Sejauh mata memandang
Aku melangkah dengan lunglai
Setelah kudapati fakta mengiris hati
Tawa canda yang menghiasi hari
Kini direnggut suratan takdir
Jarak yang terbentang
Menghasilkan rindu yang terlarang
Dihiasi air...
Kamu adalah hal terindah
Meski hanya pernah singgah
Yang kini telah menjadi kisah
Tersisa kenangan mengiringi langkah
Kebersamaan yang pernah ada
Bagiku momen manis yang pernah tereka
Ketika kita dipertemukan lewat aksa
Dan bersatu dalam satu rasa yang sama
Mungkin tali cinta telah terputus
Negeriku negeri yang besar
Disusu, ditimang sang ibu pertiwi
Negeri berjuluk gemah ripah lohjinawi
Hingga tuai decak kagum mata dunia.
Namun ibu pertiwi kini dirundung duka
Kian banyak insan lupa dengan budaya
Lengah, hingga harta dicuri tetangga
Seolah tak lagi tajam mata sang...
Tahukah kau nona?
Merona wajahmu membuat kalbuku meronta,
rasa ingin bersatu makin terhampar
Tapi yang kutahu
“Ratu yang bersatu dengan jelata hanyalah dongeng belaka”.
Tahukah kau nona?
Gulita meraung di ruang yang sunyi,
kalbu tiada hentinya sedan sedu,
dan rinduku tak terbatas,
...
Kepada hati aku mengais
Isak yang tak kunjung habis
Masih pada rasa bahagianya
Tangisku tak berarti luka
Aku bergembira menyambutnya
Hati yang luluh lewat lantunan ayat suci-Nya
Bergema
Luluh jiwa serta raga
Berlomba-lomba menunggu
Kabar yang selalu ditunggu-tunggu
Berlomba-lomba dengan waktu
Kulihat ibu Pertiwi sedang menanggung kesakitan diatas tanah ini.
Tanah kering kerontang tanpa bakti putra putrinya.
Ibu Pertiwi kau tampak murung kusam dan gusar.
Hutanmu kini tak lagi rimbun.
Aliran sungaimu kini tak sejernih dulu lagi.
Kekayaan alam menjadi corak yang tak terkalahkan habis ditelan masa.
Aku di ujung perbatasan
Dengan rasa sesal tak tertahankan
Aku berbicara padamu
Dengan tertatih bahasa tubuhku
Semurung mendung sederas hujan badai
Bernadakan kesepian
Aku sendiri
Aku menangis
Haruskah menyesal dengan keputusan ini?
Tentu saja tidak
Yang ku sesali tak bisa membahagiakan...
Ku terbangun…
Menatap indahnya fajar
Menyingsing pagi yang bening
Merah, kuning, jingga terlihat di ufuk timur
Tak ingin ku berpaling menatap senyum mu
Sang raja cahaya…
Sekilas,…
Terlintas dibenakku kenangan yang dulu pernah kita isi dalam memori otak kita masing-masing
Begitu indahnya,